Saturday, May 14, 2005

Agama Buddha dan Anal Seks

Tanya:

Suami saya sering minta berhubungan suami istri melalui anus (anal seks). Agar saya bisa menyikapi permintaan suami saya, bagaimana pandangan Agama Buddha tentang anal seks oleh suami isteri? Diperbolehkan? Salah? Benar? Anumodana.

Loli Poppy, Jakarta Utara.



Jawaban dari Samaggi Phala (Y.M. Uttamo Thera):
Namo Buddhaya,

Dalam konsep Buddhis, organ seksual seseorang ada tiga yaitu mulut, alat vital dan anus. Oleh karena itu, penggunaan ketiga organ seksual tersebut sejauh dilakukan dengan pasangan hidupnya yang telah terikat dalam lembaga perkawinan, hal itu tidak bermasalah. Bisa dilakukan.

Yang penting, masing-masing pihak tidak merasa terpaksa melakukannya. Semua harus dikerjakan dengan kerelaan dengan dasar ingin membahagiakan pasangan hidupnya, bukan hanya untuk kebutuhan dirinya sendiri.

Semoga semua mahluk berbahagia.

Semoga bermanfaat.

(sumber : www.buddhistonline.com)

Makan Daging Dukung Penjagalan?

Tanya:

Apakah dengan memakan daging itu kita secara tidak langsung ikut mendukung mata pencaharian yang tidak sesuai dengan Dhamma seperti penjagalan, peternakan, dan nelayan?

Goenawan Harianto, Jombang



Jawaban dari Samaggi Phala (Y.M. Uttamo Thera) dan Dhamma Study Group Bogor (Sdr. Selamat Rodjali):
Namo Buddhaya,

Selama Anda makan daging dari hasil pembelian bangkai di pasar, bukan karena pesanan Anda, maka sesungguhnya Anda tidak termasuk mendukung mata pencahariaan yang salah tersebut. Hal ini karena jumlah penduduk dunia selalu bertambah setiap saat, sehingga setiap saat juga selalu bertambah orang yang memakan daging. Dengan berkurangnya satu orang tidak makan daging, bukan berarti mata pencaharian yang tidak sesuai Dhamma itu akan berhenti. Buktinya, di Indonesia dengan penduduk yang 90% tidak makan daging babi, daging babi masih dengan mudah dapat diketemukan di pasar manapun juga.

Sdr. Goenawan yang baik, istilah dukung-mendukung seperti dukung mendukung partai saja ya. Makan daging tidak seperti itu memandangnya. Bila ada daging yang sudah teronggok dan dijual, kita boleh untuk membelinya kalau kita memang makan daging. Tapi bila kita MEMINTA untuk disediakan daging, maka itulah yang menyebabkan terjadinya pembunuhan-pembunuhan.

Bila memandang dari sisi adanya mahluk yang mati, maka pertanian sayur mayur juga mengandung unsur matinya mahluk karena cacing dicangkul, hama disemprot, dan sebagainya. Adanya kematian mahluk dalam proses di atas tidak ada hubungannya dengan dukung-mendukung pembunuhan. Cobalah telaah pikiran orang-orang itu direfleksikan ke dalam pikiranmu, apakah saat kamu beli daging ada pikiran mendukung pembunuhan? Saya yakin kamu tidak sampai muncul pikiran buruk seperti itu lho.

Semoga semua mahluk berbahagia.

Semoga bermanfaat.

Sumber: www.buddhistonline.com